Bagas membuat film ini berdasarkan cerita produsernya
Muhamad Bagas Satrio adalah pembuat film yang baru saja menyelesaikan studi di Jogja Film Academy. Ia dan teman-temannya membangun komunitas film Aranck Project di Jogjakarta.
Apa yang membuatmu memutuskan untuk menjadi sutradara?
Bagas: Tidak ada alasan khusus sebenarnya kenapa menjadi sutradara. Ketika menjadi sutradara, saya hanya nyaman menjalankannya dan bisa bebas berimajinasi.
Apa inspirasi di balik film ‘Day 40’?
Bagas: Ide film ini berangkat dari cerita produser saya. Saat itu ayahnya jatuh sakit, ibunya sangat tulus merawat ayahnya. Ibunya melakukan peran ganda di rumah. Kebetulan cerita itu juga saya alami di rumah. Beberapa peran yang biasanya dikerjakan oleh ayah malah dikerjakan oleh ibu dan juga sebaliknya. Karena satu dan dua hal yang menyebabkan pertukaran peran tersebut, saya melihat sebuah ketergantungan.
“Saya memulai dengan pertanyaan, ‘Bagaimana jika Ayah kehilangan Ibu?’ sebelum membuat film ini.”
Tonton Day 40 arahan Muhamad Bagas Satrio (Indonesia) sekarang!
Boleh diceritakan sedikit tentang tim yang terlibat dalam film ini?
Bagas: Karena ini adalah film tugas akhir, kampus waktu itu memberikan aturan kalau setiap kru inti (head of department) harus dari mahasiswa kampus saya. Akhirnya kru inti dipilih dari teman-teman mahasiswa Jogja Film Academy yang berkompeten dibidangnya sedangkan sisanya dari teman-teman kampus lain yang juga aktif membuat film.
“Film ini dikerjakan secara kolaboratif dari teman JFA maupun kampus lain.”
Apa tantangan utama dan terbesar dalam produksi ‘Day 40’ dan bagaimana cara untuk mengatasinya?
Bagas: Contohnya saat reading pemain, butuh usaha ekstra untuk menyesuaikan jadwal mereka. Mereka hanya punya satu hari kosong untuk reading bersama. Sehingga cara untuk mengakalinya yaitu memperbanyak reading masing masing dan memaksimalkan satu hari tersebut untuk menyatukan chemistry.
“Tantangan utama yaitu penyesuaian waktu yang sangat sempit.”